Sebaik-baik keluar masuknya nafas adalah saat seseorang merenungkan ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta'ala dan keajaiban ciptaan-Nya, sehingga dari situ terangkatlah hati seorang hamba menjadi tergantung kepada Allah semata, bukan kepada apapun makhluk ciptaan-Nya.
Ayat-ayat Allah adalah lambang-lambang dan bukti-bukti nyata atas kebesaran-Nya. Melalui perenungan, seorang hamba dapat mengenal Robb (Tuhan)-nya dengan semua asma’Nya, sifat-Nya, pekerjaan-Nya, keesaan-Nya, perintah-Nya dan larangan-Nya. Menatap makhluk ciptaan Allah dengan penuh makna adalah ibadah sekaligus pembuka jalan. Sebab perenungan merupakan fondasi dan kunci amal kebajikan. Dengan perenungan, tergugahlah seorang hamba untuk mengagungkan Tuhan-Nya sehingga bertambah imannya, terbuka mata hatinya, sadar akan kelalaiannya, berubah hidupnya menjadi hidup yang bertafakur, cinta dan selalu mengingat Allah.
Merenungkan ayat-ayat Allah merupakan ibadah hati yang paling utama dan efektif untuk memotivasi seseorang melakukan amal kebajikan dengan penuh kepasrahan. Sofyan Bin Uyainah rahimahullah berkata:
التفكر مفْتاحُ الرحمة ألَا ترى أن المرْء يتَفكّر فيتوب
“Perenungan (tafakur) adalah kunci turunnya rahmat. Tidakkah Anda perhatikan ketika seseorang merenung lalu (sesudah itu) bertobat”.
Maka perenungan adalah nasihat terbaik yang perlu disampaikan kepada manusia. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
قُلْ إِنَّمَا أَعِظُكُمْ بِوَاحِدَةٍ أَنْ تَقُومُوا لِلَّهِ مَثْنَى وَفُرَادَى ثُمَّ تَتَفَكَّرُوا
Katakanlah: “Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepada kalian suatu hal, yaitu supaya kalian menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri, kemudian kalian merenung”. (Qs Saba’: 46)
Jika seseorang mau merenungkan, maka ia akan menemukan hikmah dan pelajaran pada setiap sesuatu. Di dalam Al-Qur’an penuh ajakan kepada manusia agar menatap makhluk ciptaan Allah dan merenungkannya. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
أَوَلَمْ يَنْظُرُوا فِي مَلَكُوتِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا خَلَقَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah”. (Qs Al A’raf: 185)
Banyak tanda-tanda kekuasaan Allah pada ciptaanNya bagi mereka yang mau merenungkan. Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan manusia untuk merenungkan semua itu sebagaimana firman-Nya:
قُلِ انْظُرُوا مَاذَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ
Katakanlah: “Tataplah apa yang ada di langit dan di bumi”. (Qs Yunus: 101)
Syekhul Islam rahimahullah berkata:
والنظر إلى المخلوقات العلوية والسفلية على وجه التفكير والإعتبار مأمور به مندوب إليه
“Memperhatikan makhluk ciptaan Allah, yang di langit dan yang di bumi dalam rangka merenungkan dan mengambil pelajaran merupakan sesuatu yang diperintahkan dan dianjurkan”.
Karena itulah, para sahabat menyukai berfikir (tafakur). Merenungkan ayat Allah, baik ayat kauniyah (ciptaan Allah) atau ayat Syar’iyah (aturan syariat).
Ayat kauniyah menunjukkan betapa sempurna kekuasaan dan kebesaran Allah dalam menciptakan. Sedangkan Ayat syar’iyah menunjukkan betapa adil dan bijaksananya Allah dalam menetapkan aturan.
Kita akan simak pengakuan para salaf (orang soleh masa silam):
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata:
تفكر ساعة خير من قيام ليلة
"Berfikir sesa'at lebih baik dari pada qiyamullail". (Al Adzamah: 1/297)
Ibnu Abbas juga mengatakan:
تذاكر العلم بعض ليلة أحب إلي من إحيائها
“Belajar beberapa saat di malam hari, lebih aku sukai dari pada menghabiskan seluruh malam untuk shalat.” (Mushannaf Abdurrazaq, 11/253).
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata:
لأن أفقه ساعة أحب إلي من أن أحيي ليلة أصليها حتى أصبح
“Saya belajar sesaat lebih saya cintai dari pada saya habiskan waktu malam untuk shalat sampai subuh.”
Abu Hurairah juga mengatakan:
لأن أعلم باباً من العلم في أمر أو نهي أحب إلي من سبعين غزوة في سبيل الله عز وجل
“Saya memahami satu masalah ilmu, baik terkait perintah, ataupun larangan, lebih aku cintai dari pada 70 kali perang di jalan Allah.”
Abu Musa al Asy’ari rahimahullah menyebutkan:
لمجلس أجلسه مع عبد الله بن مسعود أوثق في نفسي من عمل سنة
“Aku duduk belajar bersama Ibnu Mas’ud, itu lebih menenangkan hatiku dari pada beramal satu tahun.”
Hasan al Bashri rahimahullah berkata:
لأن أتعلم باباً من العلم فأعلمه مسلماً أحب إلي من أن تكون لي الدنيا كلها أجعلها في سبيل الله عز وجل
“Aku memahami satu masalah ilmu syariah, kemudian aku ajarkan ke muslim yang lain, lebih aku sukai dari pada aku memiliki dunia seisinya yan aku jadikan untuk infak fi sabilillah.”
Allah subhanahu wa ta’ala memuji hamba-hambaNya yang bertafakur dan merenungkan makhluk ciptaanNya. Itulah salah satu ciri khas orang-orang mukmin yang berpikiran cerdas. Firman Allah:
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لأولِي الألْبَابِ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berakal”. (Qs. Ali Imran: 190)
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menegaskan: “Tidak ada sesuatu yang lebih bermanfaat bagi hati bila dibandingkan dengan membaca Al Qur’an disertai tadabbur dan tafakur (memahami dan merenungi maknanya), itulah yang menumbuhkan rasa cinta, rindu, optimisme, keinginan untuk taubat, tawakal, ridha, berserah diri, sabar, dan semua yang membuat hati seseorang menjadi hidup dan sempurna. Itu juga bisa mencegah seseorang dari seluruh sifat dan perbuatan tercela yang menyebabkan hati menjadi rusak dan binasa. Sekiranya umat manusia itu mengetahui keutamaan yang terdapat dalam membaca Al Qur’an dengan disertai tadabbur (perenungan terhadap makna-maknanya) tentu mereka telah menyibukkan diri mereka dengannya dan meninggalkan semua aktifitas lainnya. Apabila ia membaca disertai tafakur lalu dia mendapati satu ayat yang dia butuhkan untuk mengobati hatinya, dia akan mengulanginya meskipun sampai seratus kali di sepanjang malam. Membaca satu ayat disertai tafakkur (merenunginya) lebih baik daripada mengkhatamkannya tanpa disertai tadabbur dan pemahaman, dan lebih bermanfaat bagi hati, lebih bisa menghantarkan kepada keimanan dan meraih manisnya Al Qur’an". (Miftah Daar As Sa’adah: 1/535)
Dengan tafakur pula akan tercapai keberuntungan hidup di dunia dan akhirat. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
فَاذْكُرُوا آلاءَ اللَّهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Maka ingatlah akan nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”. (Qs. Al A’raf: 69)
Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu berkata:
تفكر ساعة خير من قيام ليلة
“Merenung (bertafakur) sesa'at lebih bernilai dari pada melakukan ibadah sunnah semalam”.
Allah subhanahu wa ta’ala mengecam orang-orang yang tidak sudi memikirkan dan merenungkan penciptaan makhluk-Nya, karena itulah mereka lalu menjadi orang-orang yang terus menyimpang dan berpaling. Firman Allah:
وَكَأَيِّنْ مِنْ آيَةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ يَمُرُّونَ عَلَيْهَا وَهُمْ عَنْهَا مُعْرِضُونَ
“Dan betapa banyak tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka lewati, sedang mereka berpaling dari padanya”. (Qs. Yusuf: 105)
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
وَمَا تُغْنِي الآيَاتُ وَالنُّذُرُ عَنْ قَوْمٍ لا يُؤْمِنُونَ
Katakanlah: “Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak sudi beriman”. (Qs. Yunus: 101)
Itulah tanda-tanda orang yang terusir dan terhina.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
سَأَصْرِفُ عَنْ آيَاتِيَ الَّذِينَ يَتَكَبَّرُونَ فِي الأرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَإِنْ يَرَوْا كُلَّ آيَةٍ لا يُؤْمِنُوا بِهَا
“Aku akan palingkan orang-orang yang arogan di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Jika mereka melihat setiap tanda-tanda kekuasaanKu, mereka tidak beriman kepadanya”. (Qs. Al A’raf: 146)
Hasan Bashri rahimahullah berkomentar:
منعهم التفكر فيها
“Tatapan mata mereka kandas untuk mengantarkan mereka pada keimanan”.
Barangsiapa yang ucapannya tidak bermakna, maka bicaranya sia-sia. Barangsiapa yang diamnya bukan merenung, maka diamnya hampa.
Matahari adalah salah satu tanda kekuasaan Allah yang demikian besar. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan”. (Qs. Fushilat: 37)
Allah jadikan matahari sebagai penerang jagad raya, dan sebagai lampu raksasa yang menyala-nyala di atas. Allah jinakkan matahari itu agar berjalan pada orbitnya sesuai perhitungan yang demikian cermat di ruang angkasa luas demi kenyamanan hamba-hambaNya hingga waktu yang telah ditentukan.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
لا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ
“Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam-pun tidak mungkin mendahului siang, masing-masing beredar pada garis edarnya”. (Qs. Yasin: 40)
Allah belum pernah menahan perjalanan matahari kecuali untuk Nabi Yusya’ Bin Nun (Yosua) alaihissalam. Dalam konteks ini Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ الشَّمْسَ لَمْ تُحْبَسْ لِبَشَرٍ إِلَّا لِيُوشَعَ لَيَالِيَ سَارَ إِلَى بَيْتِ الْمَقْدِسِ
“Sesungguhnya matahari tidak pernah ditahan untuk seorang manusia pun, selain untuk Nabi Yusya’ di hari beliau melakukan perjalanan menuju Baitul Maqdis”. (HR. Ahmad)
Dengan terbit dan terbenamnya matahari terjadilah waktu siang dan malam. Andai saja bukan karena adanya matahari niscaya terbengkelai semua urusan di alam raya ini. Maka pada sang surya ini terdapat banyak hikmah dan kemaslahatan yang sulit diungkap secara tuntas oleh kita umat manusia.
Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan matahari sebagai bukti nyata atas Keesaan-Nya dan Ketuhanan-Nya. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?”, niscaya mereka menjawab: “Allah”. (Qs. Az Zumar: 38)
Allah jadikan semua itu sebagai sinyal-sinyal bagi mereka yang sudi mendaya gunakan akal pikiran yang sehat.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَسَخَّرَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومُ مُسَخَّرَاتٌ بِأَمْرِهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
“Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Bintang-bintang itu ditundukkan dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berakal”. (Qs. An Nahl: 12)
Allah subhanahu wa ta’ala perintahkan manusia untuk menggunakan nalar dan merenungkan benda-benda langit yang telah ditundukkan itu. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَيُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ
“Tidakkah kamu memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan Dia tundukkan matahari dan bulan”. (Qs. Luqman: 29)
Dengan keteraturan perjalanan benda-benda langit itu manusia dapat menghitung waktu dan mengenal rambu-rambunya. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ حُسْبَانًا
“Dan (Allah menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan”. (Qs Al An’am: 96)
Allah subhanahu wa ta’ala menggelar bayangan sesuatu yang juga karena matahari. Dalam Islam, pelaksanaan ibadah pun banyak yang terkait dengan peredaran matahari, seperti shalat. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
أَقِمِ الصَّلاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam”. (Qs. Al Isra’: 78)
وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الْغُرُوبِ
“Dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya”. (Qs. Qaaf: 39)
Berbuka puasa pun terkait dengan terbenamnya matahari; seorang yang sedang berhaji melontar (jamrah) ketika matahari telah tergelincir; di pagi Lailatul-qadar, matahari terbit tanpa radiasi. Orang yang bertobat kepada Allah sebelum matahari terbit dari barat akan diterima tobatnya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ تَعَالى يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوبَ مَسِيءُ النَّهَارِ وَ يَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ اللَّيْلِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا
“Sesungguhnya Allah membentangkan tangan-Nya pada malam hari untuk menerima tobat orang yang berbuat dosa pada siang hari, dan membentangkan tangan-Nya pada siang hari untuk menerima tobat orang yang berbuat dosa pada malam hari, sampai matahari terbit dari barat.” (HR. Muslim)
Shalat sunnah yang dilakukan sebelum terbitnya matahai dan sebelum terbenamnya, Allah memberinya pahala, sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam:
إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ هَذَا الْقَمَرَ لاَ تَضَامُّوْنَ فِي رُؤْيَتِهِ، فَإِنِ اْستَطَعْتُمْ أَنْ لاَ تُغْلَبُوْا عَلَى صَلاَةٍ قَبْلَ طُلُوْعِ الشَّمْسِ وَصَلاَةٍ قَبْلَ غُرُوْبِهَا فَافْعَلُوْا
“Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb (Tuhan) kalian sebagaimana kalian melihat bulan ini. Kalian tidak akan berdesak-desakan ketika melihatNya ( tidak mengalami kesulitan dalam melihatNya). Oleh karena itu, jika kalian mampu, untuk tidak mengabaikan shalat sebelum terbit matahari dan shalat sebelum terbenam matahari, maka lakukanlah”. (HR. Bukhari)
Gerhana matahari merupakan pertanda peringatan dari Allah bagi hamba-hambaNya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
إنَ الشمْسَ وَالقمَرَ لا يَكْسِفَانِ لِمَوْتِ أحَدٍ وَلا لحَيَاتِه، وَلكنَّهُمَا مِنْ آيَاتِ اللهِ يُخوّف الله بِهِمَا عِبَادَه، فَإذا رَأيْتمْ كُسُوْفًا فَاذْكرُوا اللهَ حَتى يَنْجَلِيَا
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda kebesaran Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana, karena kematian seseorang atau kelahiran seseorang. Namun kedua peristiwa itu merupakan tanda-tanda kebesaran Allah yang terjadi sebagai peringatan Allah kepada hamba-hambaNya. Karena itu, jika kalian melihat gerhana, bersegeralah ingat kepada Allah hingga keduanya pulih kembali”. (Muttafaqun ‘alaihi)
Lantaran pentingnya kedudukan matahari seperti itulah maka Allah bersumpah dengannya.
وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَ
“Demi matahari dan cahayanya di pagi hari”. (Qs. As Syams: 1)
Meskipun peran matahari demikian besar,namun ia tetap bertasbih dan bersujud kepada Pencipta-Nya, Allah subhanahu wa ta’ala.
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَسْجُدُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الأرْضِ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالنُّجُومُ وَالْجِبَالُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ وَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ
“Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang melata dan sebagian besar manusia?”. (Qs. Al Hajj: 18)
Setiap hari matahari bersujud kepada Tuhannya ketika terbenam. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bertanya kepada Abu Dzar radhiyallahu anhu:
يَا أَبَا ذَرٍّ أَتَدْرِي أَيْنَ تَغْرُبُ الشَّمْسُ قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَإِنَّهَا تَذْهَبُ حَتَّى تَسْجُدَ تَحْتَ الْعَرْشِ فَذَلِكَ قَوْلُهُ تَعَالَى :
وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيم
“Wahai Abu Dzar, tahukah kamu dimanakah matahari terbenam? Aku (Abu Dzar) menjawab; Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu. Beliau bersabda: “Sesungguhnya matahari itu pergi untuk bersujud di bawah Arsy. Itulah yang dimaksud firman Allah : “Dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui”. (HR Bukhari)
Matahari adalah hamba Allah pula, maka janganlah disembah. Allah subhanahu wa ta’ala melarang bersujud kepada matahari.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
لا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلا لِلْقَمَرِ
“Janganlah kalian sembah matahari maupun bulan”. (Qs Fushilat: 37)
Melihat tenggelamnya matahari itulah Nabi Ibrahim alaihissalam lalu berargumen untuk ber-Tuhan kepada Allah subhanahu wa ta’ala semata, tidak sudi memper-Tuhan matahari. Firman Allah:
فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَذَا رَبِّي هَذَا أَكْبَرُ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ ،إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Kemudian ketika ia (Ibrahim) melihat matahari terbit, ia berkata: “Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar”, maka ketika matahari itu terbenam, ia pun berkata: “Hai kaumku, Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb (Tuhan) yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan”. (Qs. Al An’am: 78-79)
Banyak manusia yang terjebak dalam persoalan ini, mereka menyembah matahari, bukan kepada Allah yang menciptakannya.
Di dalam Al-Qur’an Allah menceritakan sebaik-baik bangsa yang menyembah matahari. Burung Hud-hud melaporkan kepada Nabi Sulaiman alaihissalam tentang Ratu Negeri Saba’ bersama rakyatnya:
وَجَدْتُهَا وَقَوْمَهَا يَسْجُدُونَ لِلشَّمْسِ مِنْ دُونِ اللَّهِ
“Aku mendapati Dia (Ratu Negeri Saba’) dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah”. (Qs. An Naml: 24)
Seorang muslim tidak akan menempatkan pelaksanaan shalatnya bertepatan dengan terbitnya matahari atau terbenamnya. Dalam konteks ini, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
لاَ تَحَرَّوْا بِصَلاَتِكُمْ طُلُوعَ الشَّمْسِ وَلاَ غُرُوبَهَا فَإِنَّهَا تَطْلُعُ بِقَرْنَىْ شَيْطَانٍ
“Janganlah kalian melaksanakan shalat saat matahari terbit dan saat tenggelam karena waktu tersebut adalah waktu munculnya dua tanduk setan”. (HR. Muslim)
Demikian pula makruh melakukan shalat ketika matahari tergelincir di siang bolong.
Jika hari kiamat telah dekat, dan Allah telah memaklumkan akan hancurnya jagad raya, maka matahari akan terbit dari arah barat. Saat itulah tidak lagi berguna keimanan seseorang yang sebelumnya tidak beriman. Sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam:
لا تَقُوْمُ السَّاعَة حَتىّ تَطْلُعَ الشّمْسُ مِنْ مَغرِبِهَا، فَإذَا طَلَعتْ وَرآهَا النّاسُ آمَنُوْا أجْمَعُوْنَ، وَذَلِكَ حِيْنَ لا يَنْفَعُ نَفْسًا إيْمَانُهَا ثم قرأ الآية
“Tidaklah terjadi hari kiamat hingga matahari terbit dari arah barat. Apabila ia telah terbit (dari arah barat) dan manusia melihatnya, maka berimanlah mereka semua. Pada hari itu tidaklah bermanfaat keimanan seseorang yang tidak beriman sebelumnya”. Kemudian beliau membacakan ayat Al-Qur’an. (Muttafaq Alaihi)
Tanda-tanda kiamat terbesar yang pertama kali muncul adalah terbitnya matahari dari barat, dan keluarnya Dabbah (hewan melata) yang dapat disaksikan umat manusia di waktu Dhuha. Mana di antara kedua kejadian tersebut yang akan terlebih dahulu muncul, maka segera akan diikuti oleh yang lain.
Di Mahsyar, Allah subhanahu wa ta’ala mengumpulkan seluruh umat manusia di suatu padang terbuka, baik umat yang telah ada di dunia terlebih dahulu maupun yang datang kemudian, dengan seruan dari Penyeru yang mereka dengar dan saksikan langsung. Ketika itu matahari didekatkan kepada mereka hingga hanya sejauh satu mil saja.
Sulaim Bin Amir radhiyallahu anhu berkata:
فوالله ما أدرىما يعنى بالميل ؟ أمسافة الأرض أم الميل الذى تكتحل به العين
“Demi Allah, aku tidak mengerti apa yang dimaksud “satu mil” itu, apakah yang dimaksudkan adalah ukuran jarak yang telah terkenal di dunia ataukah mil (tangkai kecil) yang biasa dipakai untuk bercelak mata.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melanjutkan sabdanya:
“فَيَكُونُ النَّاسُ عَلَى قَدْرِ أَعْمَالِهِمْ فِي الْعَرَقِ ، فَمِنْهُمْ مَنْ يَكُونُ إِلَى كَعْبَيْهِ ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَكُونُ إِلَى رُكْبَتَيْهِ ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَكُونُ إِلَى حَقْوَيْهِ ، وَمِنْهُمْ مَنْ يُلْجِمُهُ الْعَرَقُ إِلْجَامًا
“Sehingga manusia tersiksa dalam keringatnya sesuai dengan kadar amalnya (yakni dosa-dosanya). Di antara mereka ada yang keringatnya sampai kedua mata kakinya, ada yang sampai kedua lututnya, ada yang sampai pinggangnya, dan ada pula yang tenggelam dalam keringatnya”. (HR. Muslim)
Ada tujuh golongan yang Allah naungi di dalam naunganNya pada hari tidak ada naungan kecuali naungan-Nya. Semua terhimpun menjadi satu berkat dahulu mereka selalu ingat Allah dan takut kepadaNya. Lalu Rabb azza wa jalla memanggil:
مَنْ كَانَ يَعْبُدُ شَيْئًا فَلْيَتَّبِعْهُ. فَيَتَّبِعُ مَنْ كَانَ يَعْبُدُ الشَّمْسَ الشَّمْسَ
“Barangsiapa yang menyembah sesuatu, maka hendaklah ia mengikutinya.” Maka orang yang menyembah matahari akan mengikuti matahari sehingga mereka dilemparkan ke neraka Jahanam bersama sesembahannya. Saat itu matahari telah pudar sinarnya lalu dicampakkan ke neraka Jahanam.
Allah Ta'ala berfirman :
إِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ
“Apabila matahari telah digulung”. (Qs. At Takwir: 1)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Arti Kuwwirat (digulung) di sini adalah dikumpulkannya bagian satu dengan bagian lainnya lalu diringkus dan dilemparkan. Kalau matahari sudah diperlakukan sedemikian rupa, maka hilanglah sinarnya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ مُكَوَّرَانِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Matahari dan bulan akan digulung pada hari kiamat”. (HR. Bukhari)
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
فَإِذَا بَرِقَ الْبَصَرُ ، وَخَسَفَ الْقَمَرُ
“Maka apabila mata terbelalak (ketakutan), dan apabila bulan telah hilang cahayaNya”. (Qs: Al-Qamar: 7-8)
Dengan masuk surga, sempurnalah sudah kenikmatan bagi orang mukmin, mereka tidak merasakan di dalamnya teriknya matahari dan tidak pula sangatnya dingin.
Semua makhluk mulai dari atom hingga arsy menunjukkan ke-Esaan Allah. Jagad raya seisinya ini berbicara dengan lisan halnya mengakui ke-Esaan Penciptanya. Perenungan yang paling efektif adalah perenungan dengan mata hati, bukan mata kepala.
Bagi setiap orang hendaklah ada waktu-waktu tertentu untuk fokus berdoa, berdzikir, melakukan shalat, bertafakur, introspeksi diri dan menyucikan hati.
Di antara golongan yang mendapatkan naungan Allah di bawah arsy-Nya adalah seorang yang berdzikir (mengingat) Allah dalam suasana sepi, lalu berlenangan air matanya. Oleh karena itu, ingatlah selalu dan agungkanlah Allah. Marilah kita beribadah kepadanya dengan sepenuh hati dan memurnikan tauhid kepada-Nya. Janganlah kita lalai dan berpaling dari pada-Nya. Marilah kita senantiasa bertakbir kepada-Nya.
Allah Ta'ala berfirman:
هَذَا خَلْقُ اللَّهِ فَأَرُونِي مَاذَا خَلَقَ الَّذِينَ مِنْ دُونِهِ بَلِ الظَّالِمُونَ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ
“Inilah ciptaan Allah, maka perlihatkanlah kepadaku apa yang telah diciptakan oleh sembahan-sembahan kamu selain Allah. Sesungguhnya orang- orang yang zalim itu berada di dalam kesesatan yang nyata”. (Qs. Luqman: 11)
Semoga Allah memberkati kita semua berkat pengamalan Al-Qur’an yang agung!.
Sumber: www.firanda.com dan www.konsultasisyariah.com